Desa Gunungsari yang terletak di daerah pedesaan, tepatnya di Kabupaten Madiun. Saat ini tengah berupaya mengembangkan teknologi ramah lingkungan untuk mengatasi masalah sampah organik. Salah satu solusi yang menarik perhatian adalah penggunaan lalat tentara hitam (BSF) untuk mengolah sampah organik menjadi sumber protein. Dalam prosesnya, belatung yang dihasilkan lalat BSF diharapkan dapat menjadi sumber protein alternatif untuk berbagai kebutuhan, termasuk sebagai bahan baku pakan ternak bahkan pangan manusia.
Sampah organik, seperti sisa makanan, daun kering, dan sampah pertanian, merupakan salah satu jenis sampah yang paling umum di daerah pedesaan. Di Desa Gunung Sari, permasalahan pengelolaan sampah organik seringkali menjadi beban bagi masyarakat dan pemerintah setempat. Namun, dengan berkembangnya teknologi pengolahan sampah menggunakan lalat BSF, desa tersebut mulai melihat potensi besar dari sampah organik yang sebelumnya dianggap sebagai masalah.
Lalat hitam (Hermetia illucens) adalah spesies lalat yang memiliki kemampuan luar biasa untuk mengolah limbah organik. Lalat ini dapat berkembang biak dengan cepat dan memakan berbagai bahan organik, termasuk sampah makanan dan sampah pertanian. Saat larva lalat BSF (belatung) berkembang, mereka dapat mengubah sampah organik menjadi biomassa yang kaya protein, lemak, dan mineral. Belatung yang dihasilkan juga memiliki nilai gizi tinggi dan dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, pakan ikan, dan bahkan makanan manusia.
Untuk mendukung proses yang dilakukan lalat BSF, diperlukan tempat yang nyaman bagi lalat untuk bertelur dan berkembang. Di desa Gunung Sari, petani dan pengusaha setempat mulai memanfaatkan batang daun pisang sebagai habitat lalat hitam. Batang daun pisang dipilih karena mudah didapat, murah, dan dapat menampung telur lalat BSF dengan baik. Daun pisang yang ditempatkan di lokasi strategis di area pembuangan sampah organik berfungsi sebagai vektor alami yang efektif untuk mendukung siklus hidup lalat BSF.
Prosesnya dimulai dengan pengumpulan sampah organik dari berbagai sumber di sekitar desa, seperti sisa makanan rumah tangga, sampah pertanian, dan dedaunan. Sampah tersebut kemudian ditaruh dalam wadah yang khusus disiapkan untuk membesarkan belatung. Dalam wadah ini, batang daun pisang digunakan untuk menyediakan tempat bagi lalat BSF untuk bertelur. Setelah telur menetas, belatung memakan sampah organik dan berkembang menjadi larva kaya protein. Setelah beberapa minggu, belatung dapat dipanen untuk digunakan sebagai pakan ternak atau bahan baku lainnya. Selain dapat mengurangi jumlah sampah organik, pemanfaatan lalat BSF juga membawa nilai ekonomi tambahan bagi masyarakat Desa Gunungsari. Sampah organik yang sebelumnya tidak bernilai, kini dapat diubah menjadi produk bernilai tinggi. Belatung yang dihasilkan dapat dijual sebagai pakan ternak dan banyak diminati di pasaran. Hal ini membuka peluang bisnis baru bagi petani dan masyarakat pedesaan serta berpotensi meningkatkan ekonomi lokal.
Keberhasilan program ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pakan ternak tradisional yang lebih mahal seperti jagung dan kedelai. Belatung BSF yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pakan alternatif yang lebih ekonomis dan berkelanjutan. Dengan harga yang lebih kompetitif dan kandungan nutrisi yang lebih tinggi, belatung BSF dapat menjadi solusi cerdas untuk memenuhi kebutuhan pakan pada peternakan ayam, ikan dan ternak lainnya.
Kemudian, penggunaan lalat BSF untuk mengelola sampah organik juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA) membantu mengurangi kontaminasi tanah dan air akibat pembusukan sampah organik. Belatung BSF tidak hanya membantu dalam pengelolaan limbah yang efisien tetapi juga menghasilkan produk bernilai ekonomi, sehingga mendukung keberlanjutan lingkungan dan perekonomian pedesaan.
Keberhasilan pengelolaan sampah organik menggunakan lalat BSF di Desa Gunungsari diharapkan dapat menjadi model bagi desa lain di Indonesia yang menghadapi masalah serupa. Dengan memanfaatkan potensi alam dan teknologi sederhana dan terjangkau, masyarakat Desa Gunungsari dapat menciptakan solusi berkelanjutan yang memberikan manfaat ganda: berkurangnya sampah dan meningkatnya kesejahteraan ekonomi. Melalui inovasi ini, Desa Gunung Sari tidak hanya berhasil memecahkan masalah sampahnya, tetapi juga menunjukkan bagaimana memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk mencapai pembangunan yang lebih ramah lingkungan dan mendatangkan lebih banyak keuntungan bagi masyarakat setempat. Dengan dukungan pemerintah, masyarakat dan semua pihak terkait, proyek ini memiliki potensi pengembangan yang besar dan dapat menjadi contoh sukses pengelolaan sampah organik. ( Lewi Damar Oktavian )