BELAJAR NILAI NILAI LUHUR WAYANG

Desa Gunungsari, Madiun, tidak hanya terkenal dengan pasar wisata pundensari dan suasana pedesaannya yang asri, tetapi juga dengan warisan budaya yang kental. Salah satu tradisi yang terus dilestarikan di desa ini adalah seni pewayangan. Desa Gunungsari menjadi tempat bagi para wisatawan mancanegara untuk mengenal dan mempelajari seni pewayangan, mulai dari nyinden, sungging wayang kulit, hingga mencoba kostum dan memainkan wayang. Pembelajaran ini dilakukan dalam suasana penuh kehangatan yang melibatkan para seniman lokal, yang dengan sabar membimbing para turis untuk memahami keunikan seni tradisional Indonesia.

Salah satu wisatawan yang tertarik dengan seni pewayangan adalah Sofia, seorang wisatawan dari Brazil. Sofia memilih untuk belajar seni nyinden, yaitu menyanyikan tembang-tembang Jawa yang biasanya mengiringi pertunjukan wayang kulit. Dengan bimbingan seorang sinden lokal yang berpengalaman, Sofia mencoba menirukan lirik-lirik berbahasa Jawa yang penuh makna. Ia tampak antusias dan berusaha keras untuk menyuarakan nada-nada tinggi yang khas dalam nyinden. Meski ini adalah pengalaman pertamanya, Sofia mengaku terkesan dengan keindahan nada dan harmoni dari lagu-lagu tradisional Jawa. Baginya, nyinden adalah seni yang tidak hanya menghibur, tetapi juga merefleksikan filosofi kehidupan yang mendalam.

Di sisi lain, Roberto, seorang wisatawan asal Spanyol, sedang asyik mempelajari seni sungging atau melukis wayang kulit. Di sebuah pendopo tradisional yang menjadi pusat kegiatan budaya di desa, Roberto dengan penuh perhatian mengamati proses pewarnaan wayang kulit yang dilakukan oleh seorang seniman lokal. Ia diajarkan cara menggunakan kuas halus untuk memberikan warna-warna alami pada wayang. Roberto sangat kagum dengan detail yang rumit dan presisi yang diperlukan dalam seni sungging ini. Ia bahkan mencoba menggambar pola sederhana pada wayang kulit, meskipun ia menyadari bahwa seni ini membutuhkan kesabaran dan keahlian tinggi. Roberto menyebut seni sungging sebagai bentuk seni rupa yang menghubungkan tradisi dengan keindahan visual.

Sementara itu, terdapat dua wisatawan yaitu, Cloe dari Inggris dan Ian dari Ceko, mencoba kostum wayang orang. Mereka berdua mengenakan kostum lengkap yang biasa dipakai oleh para penari dalam pertunjukan wayang orang. Cloe tampak anggun mengenakan busana tokoh Dewi Srikandi, lengkap dengan hiasan kepala yang megah, sementara Ian mengenakan kostum tokoh Arjuna dengan busana yang mencerminkan kepahlawanan. Dengan bimbingan seniman lokal, keduanya diajarkan cara berjalan dan bergerak sesuai karakter yang mereka perankan. Cloe dan Ian tampak menikmati pengalaman tersebut, dan mereka merasa seperti menjadi bagian dari kisah pewayangan yang hidup.

Elly, wisatawan asal Selandia Baru, memiliki ketertarikan khusus pada seni memainkan wayang kulit. Dengan arahan seorang dalang, Elly belajar cara memegang wayang, menggerakkan tangan, dan menghidupkan karakter wayang melalui gerakan yang halus. Dalang tersebut juga memperkenalkan Elly pada filosofi di balik setiap karakter wayang yang dimainkan. Tidak hanya belajar memainkan wayang, Elly juga berpose dengan beberapa wayang kulit yang telah selesai dihias. Dalam salah satu sesi, ia tampak memegang tokoh Gatotkaca dengan latar belakang pendopo yang dihiasi ornamen khas Jawa. Elly mengaku sangat terkesan dengan seni pewayangan dan menyebutnya sebagai pengalaman budaya yang sangat berkesan selama perjalanannya.

Melalui program pembelajaran ini, Desa Gunungsari, Madiun, tidak hanya menjadi destinasi wisata budaya, tetapi juga menjadi jembatan untuk memperkenalkan warisan seni tradisional Indonesia kepada dunia. Interaksi antara seniman lokal dan wisatawan mancanegara menciptakan suasana yang akrab, di mana seni tradisional tidak hanya ditampilkan, tetapi juga diajarkan secara langsung. Dengan pendekatan ini, seni pewayangan tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi sarana edukasi yang memperkuat kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya.

Para wisatawan seperti Sofia, Roberto, Cloe, Ian, dan Elly kembali ke negara asal mereka dengan membawa kenangan dan pengalaman berharga dari Desa Gunungsari. Mereka tidak hanya mendapatkan wawasan baru tentang seni tradisional Jawa, tetapi juga menjadi duta kecil yang dapat memperkenalkan keindahan budaya Indonesia kepada dunia. Dengan melibatkan wisatawan dalam pembelajaran budaya, Desa Gunungsari telah berhasil memanfaatkan potensinya untuk menjaga dan memperkuat warisan seni pewayangan agar tetap relevan di tengah modernisasi. ( Ilham Manziz Wiratno )

Still hungry? Here’s more